Aku
masih ingat nasehat seorang guru pada muridnya. Nasihatnya di khususkan untuk
kami para perempuan. 'Kalau anak perempuan itu jalannya jangan ke kiri ke
kanan. Jalan yang lurus biar anggun.' begitu katanya. Biasanya nasihat guru cuman
masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Tapi, mungkin karena aku adalah wanita
tulen yang menjunjung tinggi asas asas kewanitaan,
eh. I mean, karena aku wanita sejati, maka aku terhanyut dalam nasehatnya.
eh. I mean, karena aku wanita sejati, maka aku terhanyut dalam nasehatnya.
Walhasil,
sampai di rumah aku memikirkan banget-banget petuah sang guru. Sambil makan aku
mikir jalan, sambil nyuci aku mikir jalan, sambil tidurpun aku mikir jalan
sampai-sampai tiap malam aku nglindur tidur sambil jalan dengan tangan lurus ke
depan lalu loncat-loncat. Emangnya aku vampir cina!
Seminggu
kemudian.
Aku
berjalan menunduk mengamati lantai bermotif bunga-bunga warna hijau tua. Ini
namanya tegel, huruf e pertama di baca seperti teh, dan huruf kedua dibaca
seperti apel. Jadi tegel adalah campuran teh dan apel.
Selain
mengamati motif bunga-bunga di tegel yang indah mempesona, aku juga menghitung
hari... Eh menghitung tegel. Tegel yang aku lewati dari aku berjalan sampai
tujuan di hitung, nanti di kumulatifkan.
Jadi
gini, karena aku memikirkan berjalan lurus maka aku harus berjalan selurus tegel-tegel
ini disusun. Aku harus bisa berjalan di setiap tegel tanpa melewati garis tegel
satu dengan tegel lainnya.
Coba
banyangin, kalo kamu jalan harus lihat lantai dan tidak boleh melewati garis
lantainya. Apalagi lantainya berukuran kecil. You'll be crazy soon.
Bulan
pertama aku bisa menguasai. Aku bisa berjalan lurus mengikuti tegel-tegel yang
tidak pernah bergeser satu centi-pun. Bulan kedua aku mulai bisa berjalan tanpa
melihat ke bawah lagi. Berani menatap masa depan yang lebih baik dengan tatapan
tajam penuh bara api.
Lalu bulan-bulan selanjutnya
aku stress. Coba kau bayangkan! Setiap aku berjalan di rumah hanya memikirkan
berjalan lurus berjalan lurus dan berjalan lurus. Tapi hal ini tidak berlaku di sekolah, di mushola, di pasar,
atau di alun-alun. Hanya di rumah. Home.
Biasanya
anak-anak bahagia pulang ke rumah selepas sekolah. Tapi tidak denganku jika
kondisinya menyiksa diri begini. Akhirnya dengan segenap semangat 45 kita
songsong hari esok yang lebih baik. Melawan penjajahan dan memperjuangkan
harkat martabat kita. Merdeka! *pidato siapa ini?*
Aku
mulai menetapkan hati perasaan dan jiwa raga untuk mengacaukan jalan lurus. Aku
mulai melenceng ke sana ke mari. Mulai melewati batas. Break your limit!
Dua
bulan kemudian.
I'm
free! Ye..ye.. Ye ye ye..
Aku
terbebas dari kutukan mak lampir. Hihihihihihi.....
Aku
bahagia. Aku terbebas dari doktrin jalan lurus. Aku merasa seperti terlahir
kembali.
Tapi,
rupanya ada efek di balik semua ini. Aku menjadi seorang wanita sejati yang
bisa berjalan lurus seperti model catwalk. Hohoho...hoho...
Kaki kiri bisa lurus dengan
kaki kanan di depannya saat berjalan. Pantat bisa geal geol. Oh no!
0 Komentar to “Bukan vampir Cina ”